Di suatu waktu, terdengarlah "desah" nabi Zakariya -
'alaihis-salam -:
"Ya Allah Rabb-ku, sesungguhnya tulang belulangku sudah
rapuh, kepalaku sudah menyala putih karena uban dan istriku mandul. Namun, ada
satu hal yang membuat diriku khawatir, takut, cemas dan bersedih, yaitu, belum
jelasnya seorang penggantiku, pelanjutku dan pewarisku, dan aku tidak pernah
berputus asa untuk terus memohon dan memohon kepada-Mu, berikanlah kepadaku
seorang pelanjut, seorang pengganti dan seorang pewaris, yang melanjutkan misi
dan risalahku, misi keluarga besar nabi Ya'qub - 'alaihis-salam -, pewaris
yang akan membimbing, membina dan mendidik Bani Israil, membimbing dan membina
mereka kepada ajaran-Mu".
Bukan Soal Harta dan Kedudukan
Apa yang menjadi keprihatinan dan kepedihan nabiyullah
Zakariya - 'alaihis-salam - bukanlah soal masa depan makanan dan logistik
Bani Israil, sebab ia yakin betul bahwa rizki, makanan, dan logistik Bani Israil
sudah dijamin dan ditanggung Allah SWT.
Bukan pula soal jabatan dan kedudukan duniawi mereka, sebab
mereka pasti akan menentukan pilihan mereka sendiri seandainya tidak ada
ketentuan dari Allah SWT, dan sepertinya peminat dalam hal ini sangatlah
banyak.
Bukan pula soal perjodohan laki dan perempuan diantara sesama
mereka, sebab fitrah dan naluri mereka telah cukup untuk menggerakkan mereka
dalam hal ini.
Bukan pula soal perhiasan-perhiasan dunia lainnya, sebab
semua manusia telah tercipta dengan membawa kecenderungan
terhadapnya.
Namun, yang menggelisahkan, mengkhawatirkan dan
memprihatinkannya adalah soal statusnya sebagai juru dakwah, sebagai murabbi,
sebagai pembimbing dan sebagai pembawa masyarakat kepada jalan yang lurus, jalan
para nabi dan rasul, jalan para shiddiqin, syuhada dan shalihin, jalan yang
telah digariskan Allah SWT untuk dititi dan dirambah umat
manusia.
Dan pada kenyataannya, peran dan fungsi seperti inilah yang
sedikit sekali peminatnya, berbeda dengan peminat harta, tahta dan jabatan,
sehingga, meskipun pintu pendaftaran telah dibuka seluas-luasnya, berbagai
bentuk targhib (penggemaran dan iming-iming bagi yang mau melakukan) serta
tarhib (pemaparan hal-hal yang menakutkan bagi yang tidak mau melakukan) sudah
dikemukakan, reward and punishment sudah dipaparkan, pada kenyataannya, yang
mendaftarkan diri secara sukarela tetap saja sedikit, minim dan tidak sebanding
dengan para peminat dan pendaftar peran dan fungsi lainnya.
Kenyataan seperti inilah yang membuat prihatin nabiyullah
Zakariya - 'alaihis-salam -
Untuk itulah, beliau sampaikan keprihatinan ini kepada Allah
SWT, Dzat yang Maha Mendengar, Dzat yang Maha Mengabulkan, Dzat yang Maha
Pengasih, Penyayang dan yang Maha Kuasa, Pencipta dan Pengatur seluruh
alam.
Bukan Hanya Sekali Dua Kali
Penyampaian keprihatinan seperti ini bukan hanya sekali dua
kali disampaikan nabi Zakariya - 'alaihis-salam - kepada Allah SWT, tetapi,
berkali-kali, sering dan terus menerus. Dan meskipun tanda-tanda terkabulkannya
tidak segera kunjung tampak, namun dia terus menerus sampaikan keprihatinan itu,
tidak ada kata putus asa, tidak pernah pupus dan sirna harapannya "walam akun
bidu'aika Rabbi syaqiyya".
Bukan hanya tidak berputus asa, tetapi, selalu memanfaatkan
waktu, tempat dan moment-moment istijabah untuk mengulangi dan mengulangi lagi
penyampaian keprihatinan dan permohonannya. Oleh karena itu, pada suatu hari,
saat ia memasuki mihrab Maryam, dan dia dapati di sisi Maryam ada makanan dan
minuman, dan setelah dia mendapatkan kepastian bahwa makanan dan minuman itu
datang dari Allah SWT, yang berarti, kemungkinan besar, saat itu dan di tempat
itu baru saja turun rahmat Allah SWT, dan sangat mungkin rahmat itu belum
beranjak dari situ, maka seketika itulah sekali lagi ia panjantkan keprihatinan
dan permohonannya kepada Allah SWT, agar Dia memberikan keturunan kepadanya,
keturunan yang shalih, keturunan yang baik, yang akan mewarisi dan menjadi
pelanjut dari misi dan tugasnya. "hunalika da'a Zakariyya Rabbahu
...".
Ia tidak peduli lagi dengan keadaan dirinya yang tua renta,
tidak peduli lagi dengan kondisi istrinya yang mandul, yang secara teori tidak
mungkin lagi memiliki keturunan, sebab ia yakin, rahmat dan kekuasaan Allah SWT
jauh di atas semua teori tadi.
Berqudwah Kepada Nabi Zakariya
Al-Qur'an menceritakan kisah nabi Zakariya -
'alaihis-salam - bukan sekedar menjadi hiburan, namun, untuk dijadikan ibrah,
dan diikuti nilai-nilai ke-qudwah-annya.
Pos-pos jabatan struktural, alhamdulillah telah terisi secara
cukup dan bahkan memadai.
Pos-pos jabatan publik, alhamdulillah banyak sekali yang
berminat.
Namun, berapa banyak yang bermimpi dan berminat menjadi juru
dakwah? Berapa besar pula minat dan animo masyarakat untuk menjadi murabbi?
Siapakah dan berapakah yang menyambut seruan banyak ikhwah di daerah, di kampus,
sekolah dan lainnya: "mana juru dakwah? mana murabbi? silahkan datang ke
sini!".
Tidakkah situasi ini mendorong kita untuk prihatin? bersedih?
dan lalu mengadukannya kepada Allah SWT?
Tidakkah kenyataan ini mendorong kita untuk bekerja
bersungguh-sungguh dalam menyiapkan dan memperbanyak jumlah juru dakwah dan
murabbi? sambil terus menerus dan tidak henti-hentinya berdoa dan memohon kepada
Allah SWT agar memberikan ketegaran dan keteguhan (tsabat) kepada kita dalam
meniti jalan dakwah serta memudahkan segala urusan dakwah dan tarbiyah
ini?
"wa inni khiftul mawaliya min wara-i... fahab li min ladunka
waliyyan yaritsuni...".
Barakallahu li walakum fil Qur'anil azhim wanafa'ani
waiyyakum bima fihi minal ayati wadz-dzikril hakim, amiiin.