Professional-Amanah-Santun (PAS)

Jumat, 18 Januari 2013

Khutbah Jum'at : Jangan Sampai Amal Beterbangan Laksana Debu

Posted by Agustiawan On 00.27 No comments


إِنّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Demikianlah Rosulullah Saw mengajarkan kepada kita, tiap kali mengawali khutbah, beliau sentiasa mengingatkan para sahabatnya untuk terus memuji Allah Swt, mengirim sholawat ke atas nabi dan  berwasiat masalah Taqwa.

Hadirin yang dimuliakan Allah Swt,

Mari kita terbangkan imajinasi kita! Saat Rosulullah Saw berkhutbah, ada siapa saja yang hadir dalam majelis mingguan tersebut? Ya, di hadapan beliau ada sahabat-sahabat besar nan mulia seperti Abu Bakar Ra, Umar bin Khotob Ra, Utsman bin Afan Ra, Ali bin Abu Thalib Ra dan lain sebagainya.

Lihatlah, di hadapan sahabat-sahabat yang sebagian sudah dijamin masuk surga, Rosulullah Saw tetap saja mengingatkan kepada mereka "Bertaqwalah kamu kepada Allah Swt dengan sebenar-benarnya Taqwa, dan janganlah mati kecuali dalam keadan muslim". Padahal, kurang taqwa apa Abu Bakar? Kurang Islam apa Ali bi Abu Tholib? Namun Rosulullah Saw tetap mengingatkan masalah Taqwa dan Islam kepada mereka. Hal in jelas memberi pesan kepada kita, tentang betapa pentingnya persoalan Taqwa di hadap Allah Swt. Untuk itu, marilah kita jadikan momentum Ibadah Jum'at kali ini untuk terus meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt.

Hadirin yang dimuliakan Allah Swt,

Marilah pada Jum'at kali ini, kita tengok kembali, apakah amal-amal yang selama ini kita lakukan,  sudah memiliki kriteria sebagai amal yang diterima oleh Allah Swt. Pada Qur'an Surat Al Furqon ayat 23, Allah Ta’ala berfirman:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”
Para mufasirin berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan keadaan yang akan dialami oleh orang-orang kafir di hari pembalasan kelak. Boleh saja orang-orang kafir semasa hidupnya berbuat begitu rupa kebaikan; mungkin mereka menjadi pekerja sosial, aktivis lingkungan, senantiasa baik terhadap tetangga dan sebagainya. Namun berapapun kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir, besok di yaumil akhir, Allah Swt akan menjadikan amal-amal tersebut laksana debu yang berterbangan, tidak tersisas secuilpun.
Dalam perspektif Islam, Syahadat merupakan syarat mutlak bagi diterimanya sebuah amal. Tanpa ada persaksian bahwa tidak ada sesembahan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rosul/utusan Allah, maka seberapapun amal seseorang, semuanya akan tertolak. Hal ini mirip seperti seorang peserta lomba lari saat perayaan Agustusan, betapapun lari kita begitu kencang, hingga pada akhirnya kita mencapai garis finis paling depan, namun jika kita belum mendaftarankan diri sebagai peserta lomba kepada panitia, maka kemenangan kita akan sia-sia. Tetap saja kita tidak akan memperoleh piala, karena kita tidak terdaftar sebagai peserta. Demikianlah kira-kira perumpamaan amalan orang-orang kafir.
Bahkan, kalaupun kita sudah menjadi seorang muslim-sudah bersyahadat- amal kitapun tidak begitu saja langsung diterima oleh Allah Swt. Agar amal seorang muslim diterima oleh Allah Swt, harus ada syarat-syarat yang dipenuhi. Syarat tersebut adalah :

1. Amal yang ikhlas karena Allah Swt
Rosulullah Saw menyindir orang-orang yang berhijrah ke madinah namun tidak ikhlas karena Allah Swt. Beliau bersabda :

عن أمير المؤمنين أبي حقص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ” إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ” رواه إماما المحدثين أبو عبدالله محمد ابن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري،  وأبو الحسين مسلم بن الحجاح بن مسلم القشيري في صحيحيهما اللذيب هما أصح الكتب المصنفة

Dari Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Khoththtoob Rodhiyaallahu ‘anhu ia telah berkata: Saya pernah mendengar Rosuulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niyatnya, dan bagi seseorang tergantung apa yang ia niyatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rosulnya [mencari keridhoannya] maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rosulnya [keridhoannya]. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada yang dihijrahkan.”
Keikhlasan adalah barang yang teramat mahal dan susah diperoleh. Butuh latihan yang serius untuk menghasilkan pribadi yang ikhlas. Hal ini karena ikhlas sangat berkaitan dengan bersitan hati yang paling dalam. Hanya kita dan Allah Swt saja yang paling tahu apakah amal kita benar-benar ikhlas. Ikhlas sama sekali tidak dapat diwakili oleh perkataan lisan ataupun ekspresi perbuatan.
Secuilpun…Ikhlas tidak berkaitan dengan pengakuan lisan ataupun ekspresi perbuatan
Ikhlas dengan demikian tidak ada hubungannya antara diumumkan ataupun tidak diumumkannya suatu amal. Beberapa orang mengibaratkan ikhlas dengan sebuah perumpamaan yang kurang tepat, meraka mengatakan bahwa yang namanya ikhlas adalah seperti ketika kita buang air di kamar mandi, kita nyalakan kran air terbuka cukup kencang sehingga tidak ada orang yang bisa mendengar bunyi aktivitas BAB yang kita lakukan…mereka mengatakan seperti itulah ikhlas, suatu perbuatan yang tidak diketahui oleh orang lain.
Pemahaman tersebut menurut hemat kami tidak sepenuhnya benar. Lihat saja, sebagian banyak syariat dalam agama ini terdiri dari amal-amal yang harus diketahui orang lain. Sholat berjamaah, ibadah haji, Tilawah Al qur’an, Puasa dengan segala ibadah pengirinya, semua merupakan amal-amal yang harus diketahui oleh orang lain. Jika kita mendefinisikan niat sebagai amal yang ketika melakukannya tidak perlu diketahui orang lain, bagaimana syariat sholat berjamaah, ibadah haji, tilawah, dan juga puasa dapat ditegakan?
Pada sebuah peristiwa peperangan, Rosul pernah memobilisasi para sahabat untuk mengeluarkan hartanya demi kepentingan perang. Umar bin khotob datang lalu menyerahkan 2/3 hartanya kepada rosul, selang beberapa waktu Abu Bakar datang dan mengatakan “Ya rosul…ini saya infakkan seluruh harta saya untuk kepentingan jihad fii sabilillah ini”..hingga akhirnya umar berkomentar, “Saya tidak pernah bisa menandingi Abu bakar dalam urusan ini”.
Lihatlah fragmen sejarah para sahabat tersebut, kalau keikhlasan dipahami sebagai amal yang tidak perlu diketahui orang lain, maka apakah kita akan mengatakan bahwa para sahabat paling mulia tersebut beramal dengan amal yang tidak ikhlas karena amalnya diumumkan? Tentu saja tuduhan seperti itu merupakan tuduhan yang sangat ngawur.
Menampakan amal atau menyembunyikannya, sama sekali tidak ada hubungannya dengan ikhlas atau tidaknya suatu amal. Karena penentu ikhlasnya amal berada di dalam hati yang paling dalam.
Bisa saja orang beramal secara sembunyi-sembunyi, namun hatinya tidak ikhlas karena Allah, maka amal tersebut ditolak. Sebagai contoh seseorang mahasiswa yang tinggal di sebuah kontrakan bangun di malam hari dengan sangat hati-hati agar tidak diketahui teman-teman yang lain, ke kamar mandi untuk berwudu dengan sangat pelan supaya tidak didengar orang lain, sholat malam sendirian tanpa ada yang mengetahui. Namun pada saat sholat, hati kecilnya mengatakan…”Masya Allah…begitu banyak orang yang tinggal di kontrakan ini…tapi hanya saya yang bangun malam untuk qiyamulail”. Amal yang sudah diupayakan begitu tersembunyi, tidak ada orang lain yang tahu, namun ternyata hatinya bisa saja tidak ikhlas. Muncul rasa ujub dan sebagainya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Swt,
2. Amal yang mengikuti tuntunan Nabi
Syarat kedua agar amal diterima adalah amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Nabi Saw. Sebagaimana sabda nabi :
صلوا كما رأيتموني أصلي
Sholatlah kamu, sebagaimana kalian melihat aku sholat (Al Hadits)
Sebagaimana syarat pertama, syarat kedua ini juga merupakan syarat mutlak bagi diterimanya suatu amal. Dalam konteks ini, maka ada kewajiban yang harus kita kerjakan agar amal kita sesuai dengan tuntunan. Kewajiban tersebut adalah : kewajiban menuntut ilmu. Wajib bagi semua muslim untuk belajar dasar-dasar agama, terutama yang terkait masalah fikih ibadah, agar amal yang kita laksanakan bersesuain dengan tuntunan Nabi. Kita harus menjadi pembelajar seumur hidup untuk mengetahui bagaimana nabi beribadah. Dengan demikian maka insya Allah pada saatnya nanti kita akan dikaruniai serangkaian ilmu yang dapat menuntun kita untuk beribadah sebagaimana nabi beribadah.

0 comments:

Posting Komentar