إِنّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin yang dimuliakan Allah Swt,
Mari kita terbangkan imajinasi kita! Saat Rosulullah Saw berkhutbah, ada siapa saja yang hadir dalam majelis mingguan tersebut? Ya, di hadapan beliau ada sahabat-sahabat besar nan mulia seperti Abu Bakar Ra, Umar bin Khotob Ra, Utsman bin Afan Ra, Ali bin Abu Thalib Ra dan lain sebagainya.
Lihatlah, di hadapan sahabat-sahabat yang sebagian sudah dijamin masuk surga, Rosulullah Saw tetap saja mengingatkan kepada mereka "Bertaqwalah kamu kepada Allah Swt dengan sebenar-benarnya Taqwa, dan janganlah mati kecuali dalam keadan muslim". Padahal, kurang taqwa apa Abu Bakar? Kurang Islam apa Ali bi Abu Tholib? Namun Rosulullah Saw tetap mengingatkan masalah Taqwa dan Islam kepada mereka. Hal in jelas memberi pesan kepada kita, tentang betapa pentingnya persoalan Taqwa di hadap Allah Swt. Untuk itu, marilah kita jadikan momentum Ibadah Jum'at kali ini untuk terus meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Swt.
Hadirin yang dimuliakan Allah Swt,
Marilah pada Jum'at kali ini, kita tengok kembali, apakah amal-amal yang selama ini kita lakukan, sudah memiliki kriteria sebagai amal yang diterima oleh Allah Swt. Pada Qur'an Surat Al Furqon ayat 23, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”
Para mufasirin berpendapat bahwa ayat 
tersebut berkenaan dengan keadaan yang akan dialami oleh orang-orang 
kafir di hari pembalasan kelak. Boleh saja orang-orang kafir semasa 
hidupnya berbuat begitu rupa kebaikan; mungkin mereka menjadi pekerja 
sosial, aktivis lingkungan, senantiasa baik terhadap tetangga dan 
sebagainya. Namun berapapun kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang 
kafir, besok di yaumil akhir, Allah Swt akan menjadikan amal-amal 
tersebut laksana debu yang berterbangan, tidak tersisas secuilpun.
Dalam perspektif Islam, Syahadat merupakan 
syarat mutlak bagi diterimanya sebuah amal. Tanpa ada persaksian bahwa 
tidak ada sesembahan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rosul/utusan 
Allah, maka seberapapun amal seseorang, semuanya akan tertolak. Hal ini 
mirip seperti seorang peserta lomba lari saat perayaan Agustusan,
 betapapun lari kita begitu kencang, hingga pada akhirnya kita mencapai 
garis finis paling depan, namun jika kita belum mendaftarankan diri 
sebagai peserta lomba kepada panitia, maka kemenangan kita akan sia-sia.
 Tetap saja kita tidak akan memperoleh piala, karena kita tidak 
terdaftar sebagai peserta. Demikianlah kira-kira perumpamaan amalan 
orang-orang kafir.
Bahkan, kalaupun kita sudah menjadi seorang
 muslim-sudah bersyahadat- amal kitapun tidak begitu saja langsung 
diterima oleh Allah Swt. Agar amal seorang muslim diterima oleh Allah 
Swt, harus ada syarat-syarat yang dipenuhi. Syarat tersebut adalah :
1. Amal yang ikhlas karena Allah Swt
Rosulullah Saw menyindir orang-orang yang berhijrah ke madinah namun tidak ikhlas karena Allah Swt. Beliau bersabda :
عن أمير المؤمنين أبي حقص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ” إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى. فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ” رواه إماما المحدثين أبو عبدالله محمد ابن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري، وأبو الحسين مسلم بن الحجاح بن مسلم القشيري في صحيحيهما اللذيب هما أصح الكتب المصنفة
Dari Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Khoththtoob Rodhiyaallahu ‘anhu ia telah berkata: Saya pernah mendengar Rosuulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niyatnya, dan bagi seseorang tergantung apa yang ia niyatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rosulnya [mencari keridhoannya] maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rosulnya [keridhoannya]. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada yang dihijrahkan.”
Keikhlasan adalah barang yang teramat mahal
 dan susah diperoleh. Butuh latihan yang serius untuk menghasilkan 
pribadi yang ikhlas. Hal ini karena ikhlas sangat berkaitan dengan 
bersitan hati yang paling dalam. Hanya kita dan Allah Swt saja yang 
paling tahu apakah amal kita benar-benar ikhlas. Ikhlas sama sekali 
tidak dapat diwakili oleh perkataan lisan ataupun ekspresi perbuatan.
Secuilpun…Ikhlas tidak berkaitan dengan pengakuan lisan ataupun ekspresi perbuatan
Ikhlas dengan demikian tidak ada 
hubungannya antara diumumkan ataupun tidak diumumkannya suatu amal. 
Beberapa orang mengibaratkan ikhlas dengan sebuah perumpamaan yang 
kurang tepat, meraka mengatakan bahwa yang namanya ikhlas adalah seperti
 ketika kita buang air di kamar mandi, kita nyalakan kran air terbuka 
cukup kencang sehingga tidak ada orang yang bisa mendengar bunyi 
aktivitas BAB yang kita lakukan…mereka mengatakan seperti itulah ikhlas,
 suatu perbuatan yang tidak diketahui oleh orang lain.
Pemahaman tersebut menurut hemat kami tidak
 sepenuhnya benar. Lihat saja, sebagian banyak syariat dalam agama ini 
terdiri dari amal-amal yang harus diketahui orang lain. Sholat 
berjamaah, ibadah haji, Tilawah Al qur’an, Puasa dengan segala ibadah 
pengirinya, semua merupakan amal-amal yang harus diketahui oleh orang 
lain. Jika kita mendefinisikan niat sebagai amal yang ketika 
melakukannya tidak perlu diketahui orang lain, bagaimana syariat sholat 
berjamaah, ibadah haji, tilawah, dan juga puasa dapat ditegakan?
Pada sebuah peristiwa peperangan, Rosul 
pernah memobilisasi para sahabat untuk mengeluarkan hartanya demi 
kepentingan perang. Umar bin khotob datang lalu menyerahkan 2/3 hartanya
 kepada rosul, selang beberapa waktu Abu Bakar datang dan mengatakan “Ya
 rosul…ini saya infakkan seluruh harta saya untuk kepentingan jihad fii 
sabilillah ini”..hingga akhirnya umar berkomentar, “Saya tidak pernah 
bisa menandingi Abu bakar dalam urusan ini”.
Lihatlah fragmen sejarah para sahabat 
tersebut, kalau keikhlasan dipahami sebagai amal yang tidak perlu 
diketahui orang lain, maka apakah kita akan mengatakan bahwa para 
sahabat paling mulia tersebut beramal dengan amal yang tidak ikhlas 
karena amalnya diumumkan? Tentu saja tuduhan seperti itu merupakan 
tuduhan yang sangat ngawur.
Menampakan amal atau menyembunyikannya, 
sama sekali tidak ada hubungannya dengan ikhlas atau tidaknya suatu 
amal. Karena penentu ikhlasnya amal berada di dalam hati yang paling 
dalam.
Bisa saja orang beramal secara 
sembunyi-sembunyi, namun hatinya tidak ikhlas karena Allah, maka amal 
tersebut ditolak. Sebagai contoh seseorang mahasiswa yang tinggal di 
sebuah kontrakan bangun di malam hari dengan sangat hati-hati agar tidak
 diketahui teman-teman yang lain, ke kamar mandi untuk berwudu dengan 
sangat pelan supaya tidak didengar orang lain, sholat malam sendirian 
tanpa ada yang mengetahui. Namun pada saat sholat, hati kecilnya 
mengatakan…”Masya Allah…begitu banyak orang yang tinggal di kontrakan 
ini…tapi hanya saya yang bangun malam untuk qiyamulail”. Amal yang sudah
 diupayakan begitu tersembunyi, tidak ada orang lain yang tahu, namun 
ternyata hatinya bisa saja tidak ikhlas. Muncul rasa ujub dan 
sebagainya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Swt,
2. Amal yang mengikuti tuntunan Nabi
Syarat kedua agar amal diterima adalah amal tersebut harus sesuai dengan tuntunan Nabi Saw. Sebagaimana sabda nabi :
Sholatlah kamu, sebagaimana kalian melihat aku sholat (Al Hadits)
Sebagaimana syarat pertama, syarat kedua 
ini juga merupakan syarat mutlak bagi diterimanya suatu amal. Dalam 
konteks ini, maka ada kewajiban yang harus kita kerjakan agar amal kita 
sesuai dengan tuntunan. Kewajiban tersebut adalah : kewajiban menuntut 
ilmu. Wajib bagi semua muslim untuk belajar dasar-dasar agama, terutama 
yang terkait masalah fikih ibadah, agar amal yang kita laksanakan 
bersesuain dengan tuntunan Nabi. Kita harus menjadi pembelajar seumur 
hidup untuk mengetahui bagaimana nabi beribadah. Dengan demikian maka 
insya Allah pada saatnya nanti kita akan dikaruniai serangkaian ilmu 
yang dapat menuntun kita untuk beribadah sebagaimana nabi beribadah.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 comments:
Posting Komentar